Selasa, 18 November 2014

AKU SITI NURBAYA TAPI SUAMIKU SYAMSUL BAHRI

PART 2

Di terminal bis kota (Terminal Lintas;skarang sudah tidak ada).Aku mulai memesan karcis bis menuju Payakumbuh kota kelahiranku.Di antara kerumunan orang-orang yang lalu lalang di depan loket penjualan tiket aku didekati dua orang ibu-ibu paruh baya yang bagiku sudah tidak asing lagi.Mereka adalah masih satu keluarga besarku di kampung.Langsung saja ku sapa dengan sopan.Perbincangan kami pun tak dielakkan lagi.Namun diantara perbincangan kami sepertinya si ibu kelepasan bicara.Ini yang membuat kepalaku berputar keras hingga menghabiskan perjalanan panjang 4 jam menuju “Payakumbuh”desa kelahiranku.

Baru saja ku tarok tas bawaanku.Tiba-tiba adek laki-laki ku,persis dibawah ku menyodorkan sebuah album photo.Photo seseorang yang tidak aku kenal.Bahkan belum pernah melihat atau sekedar tau wajahnya sekali pun.Betapa kagetnya diriku,marah,protes,ingin berteriak sekeras-kerasnya.Tidak percaya ketika ibuku tiba-tiba menimpali kalau jodoh ku sudah ada.Aku telah dilamar oleh seseorang.Putra dari kenalan orang tuaku.Juga masih satu daerah dengan ku.

Dunia rasanya berputar...terbalik...tidak percaya.Aku sungguh tidak terima. Mengapa kehidupan tidak adil dengan ku.Aku masih ingin meneruskan perkuliahanku.Aku ingin menggapai cita-citaku seperti orang-orang..amak...aba (panggilan buat ortu ku).Aku masih ingin kuliah kenapa tega menikahkan ku.Begitulah teriakan hatiku.Bukankah engkau wahai orang tuaku dulu yang menanamkan cita-cita setinggi langit agar menjadi orang.Hidup enak tidak mengalami kesusahan seperti ayah dan ibu.Bukankah itu dulu kata-kata yang ditanamkan kepadaku dan abang (uda)ku yang tertua kebetulan satu kampus walaupun beda fakultas denganku.

Yah,aku memang menyadari kami berasal dari keluarga yang sederhana.Memiliki saudara enam orang.Apalagi ayah menyekolahkan dua orang anak sekaligus di kota Padang.Aku dan kakak laki-laki ku.Sedang adek-adekku masih kecil-kecil.Semuanya mesti butuh biaya untuk sekolah.Adek yang no 3 persis di bawah ku saat itu baru duduk di MTSN (Madrasah Tsanawiyah kelas 2). Adek di bawahnya lagi juga laki-laki baru duduk di kelas 6 SD.Sedangkan yang paling bungsu perempuan si kembar baru kelas 4 SD.Tentu saja tidak akan cukup penghasilan ayah sebagai wiraswasta kecil-kecilan di kampung.Terpaksa di sambi dengan bertani.Sedangkan ibu cuma ibu rumah tangga.Walaupun beliau pernah mengenyam bangku kuliah di fakultas ekonomi di Universitas Andalas.Jadi,seandainya aku sudah menikah setidaknya kan beban tanggung jawab orang tuaku tentu akan berkurang.Karena sebetulnya aku juga tidak tega melihat mereka.Sering aku kasihan melihat ibu dan ayahku.Kadang di kota Padang aku melamunkan keadaan mereka di kampung mencari uang demi aku dan kakak laki-laki ku yang mereka kuliahkan di Padang.Karena itu aku dan kakakku betul-betul semangat belajar dengan benar.Ingin cepat-cepat selesai.Agar bisa mengurangkan tanggung jawab mereka.Syukur-syukur bisa membantu mereka.
Kakak ku ga kalah aktifnya di kampus. Bahkan sampai meraih ketua Senat Fakultas.Yang zaman itu bagi seorang Mahasiswa adalah karir yang membanggakan.Sebagai cikal bakal seorang pemimpin nantinya. Aktif juga dalam keorganisasian.Rajin menulis di “Suara Kampus” koran yang menampung aspirasi dan kreatifitas mahasiswa.Bahkan kakak ku termasuk salah satu pengurus intinya.Dari tulisan-tulisannya kadang dia kirimkan ke koran ‘Haluan’ salah satu nama koran di Padang.Sehingga ya.. lumayan dapat honor.Setidaknya jajan untuk dirinya terbantu.
Ketika “komputer” mulai populer dengan banyaknya warnet dan kursus komputer diadakan dimana-dimana.Tentu saja kami sebagai mahasiswa yang ingin maju pingin banget menguasai ilmu itu.Setidaknya cara mengoperasikannya.Cuma tetap saja terkendala oleh biaya.Mau dimintak ke orang tua kan sudah tidak mungkin.Sudah tidak tega dan kasian.Jadi gimana caranya?.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar